Senin, 01 Juli 2013

UPACARA SEBA SUKU BADUY


RATIH NURLAELAWATI*

Seba berasal dari bahasa sunda, saba, yang berarti berkunjung atau mengunjungi.  Adapun upacara Seba itu sendiri adalah sebuah tradisi yang dilakukan oleh masyarakat suku Baduy.  Upacara ini sudah ada sejak zaman padjajaran. Dan upacara ini juga dipersembakan kepada Prabu Siliwangi dan Kian Santang, karena mereka meninggalkan benda pusaka di Situs Kabuyutan Ciburuy.Upacara Seba adalah suatu pengabdian kepada seseorang yang berkedudukan tinggi dengan disertai penyerahan suatu yang baik. Adapun penyerahan itu ditujukan kepada arwah-arwah lelehur, yaitu arwah Prabu Siliwangi dan Kian Santang, karena kedua tokoh tersebut mempunyai ilmu dan kesaktian yang tinggi, maka benda-benda peninggalannya merupakan benda pusaka yang mempunyai kekuatan gaib yang bertuah.namun Seba tahu ini masyarakat Baduy datang ke Pendopo Kabupaten Lebak membawa berbagai hasil bumi seperti pisang, padi, buah-buahan serta tanaman lainnya untuk dipersembahkan kepada Bupati Lebak Mulyadi Jayabaya.



Tata Cara  pernikahan

Bagi masyarakat Baduy sendiri, perkawinan merupakan sesuatu yang sakral. Karena alasan itulah maka tata cara perkawinan pun dimulai dari proses peminangan sampai membina rumah tangga juga diatur dalam ketentuan adat Baduy yang mengikat. Menurut mereka, perkawinan adalah merupakan hukum alam yang harus terjadi dan dilakukan oleh setiap manusia tanpa terkecuali. Orang Baduy menyebutnya perkawinan sebagai rukun hirup, artinya bahwa perkawinan harus dilakukan, karena jika tidak maka ia akan menyalahi kodratnya sebagai manusia.Sebelum lamaran pertama diajukan, puun harus mengetahui dan menyetujui rencana pernikahan ini. Puun juga ikut menentukan hari yang baik untuk menikah. Dalam setahun, setiap puun hanya bisa menikahkan sampai enam pasang. Jika permintaan pernikahan lebih dari enam pada tahun itu, pasangan yang terakhir harus menunggu tahun berikutnya.

Ada tiga proses lamaran yang diajukan keluarga laki-laki kepada keluarga perempuan :
  1. Lamaran pertama diajukan untuk mengungkapkan keinginan meminang anak perempuan.
  2. Setelah delapan bulan, lamaran kedua diajukan. Lamaran kedua merupakan bukti kesungguhan keluarga laki-laki menikah dengan anak perempuan keluarga itu.
  3. Selang lima bulan, lamaran ketiga diajukan, dan jika disetujui pernikahan dapat segera dilangsungkan.
Ketiga lamaran ini harus dilalui oleh setiap warga Baduy, terutama di Baduy Dalam. Untuk Baduy Luar, banyaknya lamaran bisa kurang dari tiga kali. Selama masa lamaran ini, pinangan laki-laki masih mungkin ditolak. Pernikahan dilakukan secara sederhana. Baju yang dikenakan oleh mempelai tidak berbeda dari baju khas suku Baduy, hanya saja baju ini baru dan warnanya putih.SUKU Baduy selama ini dikenal sebagai suku yang memegang teguh adat untuk melindungi diri dari pengaruh luar yang begitu kencang menerpa. Pernikahan suku Baduy adalah bentuk yang tak luput dari ketetapan menjalankan adat, salah satu langkah yang ditempuh untuk menjaga adat ini dengan menjaga “kemurnian” warga Baduy, yaitu dengan menolak pernikahan di luar suku Baduy.
Baduy; Anti Poligami

Sebuah masyarakat yang katanya tidak modern, kolot, dan terasing itu, ternyata ada sebuah kearifan yang harus ditiru. Kearaifan itu adalah adanya pelarangan adat Baduy yang melarang masyarakat Baduy untuk melakukan poligami. Praktek poligami bagi masyarakat Baduy justru akan membuat terpecahnya keutuhan masyarakat Baduy itu sendiri.Bagi warga Baduy Dalam, pernikahan adalah sekali untuk seumur hidup. Mereka tidak mengenal perceraian. Perceraian hanya terjadi jika salah satu meninggal. Janda/duda yang ditinggalkan boleh menikah lagi. Proses yang harus ditempuh sebelum pernikahan adalah upaya untuk mendapatkan pendamping yang tepat demi kelanggengan pernikahan.
   


* Mahasiswa Pendidikan Sejarah STKIP Setia Budhi Rangkasbitung (4322310030017)
[1] berwisata.blogdetik.com, baduybantenheritage.blogspot.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar