RATIH NURLAELAWATI*
Seba
berasal dari bahasa sunda, saba, yang berarti berkunjung atau mengunjungi.
Adapun upacara Seba itu sendiri adalah sebuah tradisi yang dilakukan oleh
masyarakat suku Baduy. Upacara ini sudah ada sejak zaman padjajaran. Dan
upacara ini juga dipersembakan kepada Prabu Siliwangi dan Kian Santang, karena
mereka meninggalkan benda pusaka di Situs Kabuyutan Ciburuy.Upacara Seba adalah
suatu pengabdian kepada seseorang yang berkedudukan tinggi dengan disertai penyerahan
suatu yang baik. Adapun penyerahan itu ditujukan kepada arwah-arwah lelehur,
yaitu arwah Prabu Siliwangi dan Kian Santang, karena kedua tokoh tersebut
mempunyai ilmu dan kesaktian yang tinggi, maka benda-benda peninggalannya
merupakan benda pusaka yang mempunyai kekuatan gaib yang bertuah.namun Seba
tahu ini masyarakat Baduy datang ke Pendopo Kabupaten Lebak membawa berbagai
hasil bumi seperti pisang, padi, buah-buahan serta tanaman lainnya untuk
dipersembahkan kepada Bupati Lebak Mulyadi Jayabaya.
Bagi masyarakat Baduy sendiri, perkawinan merupakan sesuatu
yang sakral. Karena alasan itulah maka tata cara perkawinan pun dimulai dari
proses peminangan sampai membina rumah tangga juga diatur dalam ketentuan adat
Baduy yang mengikat. Menurut mereka, perkawinan adalah merupakan hukum alam
yang harus terjadi dan dilakukan oleh setiap manusia tanpa terkecuali. Orang
Baduy menyebutnya perkawinan sebagai rukun hirup, artinya bahwa
perkawinan harus dilakukan, karena jika tidak maka ia akan menyalahi kodratnya
sebagai manusia.Sebelum lamaran pertama diajukan, puun harus mengetahui dan
menyetujui rencana pernikahan ini. Puun juga ikut menentukan hari yang baik
untuk menikah. Dalam setahun, setiap puun hanya bisa menikahkan sampai enam
pasang. Jika permintaan pernikahan lebih dari enam pada tahun itu, pasangan
yang terakhir harus menunggu tahun berikutnya.
Ada
tiga proses lamaran yang diajukan keluarga laki-laki kepada keluarga perempuan
:
- Lamaran pertama diajukan untuk mengungkapkan keinginan meminang anak perempuan.
- Setelah delapan bulan, lamaran kedua diajukan. Lamaran kedua merupakan bukti kesungguhan keluarga laki-laki menikah dengan anak perempuan keluarga itu.
- Selang lima bulan, lamaran ketiga diajukan, dan jika disetujui pernikahan dapat segera dilangsungkan.
Ketiga lamaran ini harus dilalui oleh setiap warga Baduy,
terutama di Baduy Dalam. Untuk Baduy Luar, banyaknya lamaran bisa kurang dari
tiga kali. Selama masa lamaran ini, pinangan laki-laki masih mungkin ditolak.
Pernikahan dilakukan secara sederhana. Baju yang dikenakan oleh mempelai tidak
berbeda dari baju khas suku Baduy, hanya saja baju ini baru dan warnanya
putih.SUKU Baduy selama ini dikenal sebagai suku yang memegang teguh adat untuk
melindungi diri dari pengaruh luar yang begitu kencang menerpa. Pernikahan suku
Baduy adalah bentuk yang tak luput dari ketetapan menjalankan adat, salah satu
langkah yang ditempuh untuk menjaga adat ini dengan menjaga “kemurnian” warga
Baduy, yaitu dengan menolak pernikahan di luar suku Baduy.
Baduy;
Anti Poligami
Sebuah masyarakat yang katanya tidak modern, kolot, dan
terasing itu, ternyata ada sebuah kearifan yang harus ditiru. Kearaifan itu
adalah adanya pelarangan adat Baduy yang melarang masyarakat Baduy untuk
melakukan poligami. Praktek poligami bagi masyarakat Baduy justru akan membuat
terpecahnya keutuhan masyarakat Baduy itu sendiri.Bagi warga Baduy Dalam,
pernikahan adalah sekali untuk seumur hidup. Mereka tidak mengenal perceraian.
Perceraian hanya terjadi jika salah satu meninggal. Janda/duda yang
ditinggalkan boleh menikah lagi. Proses yang harus ditempuh sebelum pernikahan
adalah upaya untuk mendapatkan pendamping yang tepat demi kelanggengan
pernikahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar